BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
serta Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan
perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan
negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan,
membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari
setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap
pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai
pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota
masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya
berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam
melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik
mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat
Jenderal Pajak.
B. Jenis Pajak
Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di
Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak
- Kementerian keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh
Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat,
akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Untuk
pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah, akan dilaksanakan di
Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor sejenisnya
yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat.
Pajak-pajak yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak
meliputi:
a. Pajak
Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.
Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha,
gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
b. Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia).
Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa
adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang PPN.
Istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bukan suatu hal yang
asing bagi masyarakat Indonesia. Namun belum banyak yang mengenal filosofi di
balik pengenaan PPN. Ditinjau dari ilmu perpajakan PPN termasuk kedalam
kategori pajak objektif, pajak atas konsumsi umum dalam negeri serta pajak
tidak langsung.
Menurut pakar PPN, Untung Sukardji, pajak objektif adalah
suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor
objektif, yang disebut taatbestand. Istilah tersebut mengacu kepada keadaan,
peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut
dengan objek pajak. PPN sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai
kewajiban membayar pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau
badan, dan tidak berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Siapapun yang
mengonsumsi barang atau jasa yang termasuk objek PPN, akan diperlakukan sama
dan wajib membayar PPN atas konsumsi barang atau jasa tersebut.
Subjek pajak dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen
yaitu selaku pihak yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi
subjektif konsumen tidak dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum
terutang atau diwajibkan membayar pajak. Siapapun konsumennya sepanjang
peristiwa hukum tersebut merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut
diwajibkan membayar pajak yang sama.
Hal ini berbeda dengan pajak subjektif, seperti Pajak
Penghasilan (PPh) yang akan dibahas lebih mendalam, yang kondisi subjektif
pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
pajak terutang. Contohnya, tarif PPh bagi Orang Pribadi (OP) berbeda dengan PPh
bagi Badan. Demikian pula Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) OP yang menikah
dan memiliki tanggungan anak berbeda dengan OP yang belum menikah.
c. Pajak
Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPN BM)
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang KenaPajak
tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:
§ Barang tersebut
bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
§ Barang tersebut
dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
§ Pada umumnya barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
§ Barang tersebut
dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
§ Apabila dikonsumsi
dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban
masyarakat.
d. Bea Materai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan
dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran,
surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan.
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah
dokumen yang menyatakan nominal sampai dengan jumlah tertentu, dokumen yang
bersifat perdata dana dokumen yang digunakan di mula pengadilan, antara lain:
· Surat
perjanian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk diguanakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
bersifat perdata.
· Akta-akta
notaris termasuk salinannya
· Akata-akta
yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya
· Surat yang
memuat jumlah uang yaitu surat yang menyebutkan penerimaan uang, yang
menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank, surat yang
berisi pemberitahuan salso rekening di bank serta surat yang berisi pengakuan
bahwa utang uang seluruhnya atau sebagaian telah dilunasi dan perhitungannya.
· Surat
berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek
· Dokumen yang
dikenakan bea materai juga terhadap dokumen yang digunakan sebagai alat bukti
pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumah
tanggaan dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain,
lain dari maksud semula.
e. Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian
hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah
baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi
Pajak Daerah sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan
Perdesaan dan Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1
Januari 2010 s.d Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan,
maka PBB Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah
Pusat.
Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan
pajak daerah. Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap
merupakan Pajak Pusat.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik
Propinsi maupun Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
a. Pajak
Propinsi, meliputi:
§ Pajak Kendaraan
Bermotor;
§ Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor;
§ Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bemotor;
§ Pajak Air
Permukaan;
§ Pajak Rokok.
b. Pajak
Kabupaten/Kota, meliputi:
§ Pajak Hotel;
§ Pajak Restoran;
§ Pajak Hiburan;
§ Pajak Reklame;
§ Pajak Penerangan
Jalan;
§ Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan;
§ Pajak Parkir;
§ Pajak Air Tanah;
§ Pajak sarang Burung
Walet;
§ Pajak Bumi dan
Bangunan perdesaan dan perkotaan;
§ Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan/atau Bangunan.
C. Wajib Pajak
Siapa yang digolongkan sebagai Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
D. Manfaat Pajak
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga
atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan
pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa
pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan.
Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan,
jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak.
Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka
memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai
saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau
pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari
pajak. Pajak juga digunakan untuk mensubsidi barang-barang yang sangat
dibutuhkan masyarakat dan juga membayar utang negara ke luar negeri. Pajak juga
digunakan untuk membantu UMKM baik dalam hal pembinaan dan modal. Dengan
demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat
dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan
fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi
yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena
itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi
redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial
yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PAJAK PENGHASILAN
A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25
Pajak penghasilan pasal 25 mengatur tentang besarnya angsuran
pajak dalam tahun pajak berjalan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan.
B. Cara menghitung besarnya angsuran pajak
Besarnya angsuran pajak adalah sebesar Pajak Penghasilan
yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak
Penghasilan tahun pajak
yang lalu dikurangi dengan :
Pajak
Penghasilan yang dipotong
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan Pasal
23 serta Pajak Penghasilan
yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12
(dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
C. Penghitungan besarnya angsuran pajak
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan
penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal
tertentu, sebagai berikut :
Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
Wajib Pajak
memperoleh penghasilan tidak teratur
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang
lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak
membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih
besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
D. Wajib Pajak yang
berhak atas kompensasi kerugian
· Dasar
penghitungan Pajak Penghasilan adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah
dikurangi dengan kompensasi kerugian.
Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya menyatakan rugi (lebih
bayar atau nihil), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah nihil.
Contoh perhitungan pajak bagi wajib pajak yang berhak atas
kompensasi kerugian :
Penghasilan PT Dira tahun 2001 Rp. 150.000.000,00. Sisa
kerugian tahun lalu yang masih dapat dikompensasikan adalah Rp. 200.000.000,00.
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2001 Rp. 50.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2002 :
— Penghasilan
yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Ps 25 adalah Rp 150.000.000,00 – Rp 50.000.000,00 = Rp 100.000.000,00
— PPh Terutang
(UU 36/2008) :
5% x Rp.
50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00
PPh terutang =
Rp. 10.000.000,00
E. Wajib Pajak dengan Penghasilan Tidak Teratur
Dasar penghitungan Pajak Penghasilan adalah jumlah
penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan, Pajak Penghasilan tahun
pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut.
Contoh :
Pada 2001 Abbas memperoleh penghasilan teratur Rp
12.000.000,00, sedangkan penghasilan tidak teratur Rp 8.000.000,00.
Penghasilan yg dipakai sbg dasar penghitungan PPh Pasal 25
pada tahun 2002 Abbas adalah hanya dari PPh teratur saja, yaitu Rp.
12.000.000,00.
F. Wajib Pajak yang Melakukan Pembetulan SPT
Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan
Surat Pemberitahuan Tahunan, Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal
25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan
Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan PasaI 19 ayat (1) Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo
penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing‑masing bulan sampai dengan tanggal
penyetoran
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Iebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal
25 sebelum pembetulan, atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat
dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan‑bulan
berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan
G. Wajib Pajak Yang Mendapat Perpanjangan Penyampaian SPT
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan‑bulan
mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan
sebelum disampaikannya Surat
Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan
sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan ijin
perpanjangan.
Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun
pajak, Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang
untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari Pajak Penghasilan yang terutang
yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal
25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan
Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang
akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau
diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan‑bulan
yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan
H. Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak bagi :
Wajib Pajak baru
Bank, badan usaha
milik negara, badan
usaha milik daerah, Wajib
Pajak masuk bursa,
dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan
keuangan berkala
Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75%
(nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.
I. Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD, dan
WP Tertentu lainnya
Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal
25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
Sesuai dengan SeKep MenKeu No. 522/KMK/04/2000 dan diubah
menjadi SeKep MenKeu no. 84/ KMK/03/2002 besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap
bulan untuk WP baru dihitung sebesar jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan
tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (duabelas)
Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau
finansial lease dengan hak opsi adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang
dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan
keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang
dibayar atau terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12
Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau
finansial lease dengan hak opsi yang merupakan WP barumaka besarnya angsuran
PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah pajak yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba rugi fiskal triwulan
pertama yang disetahunkan, dibagi 12
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar
2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib
Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau
eceran barang-barang konsumsi melali tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar
di beberapa lokasi, tidak termasuk kendaraan bermotor dan restoran.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN/D
dengan nama dalam bentuk apapun kecuali Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa
Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja
dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan oleh Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan PPh Pasal 25 dan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri
pada tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (duabelas)
Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh
Pasal 25 setiap bulan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir
tahun pajak sebelumnya
Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan,
maka dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang terutang
atas PKP yang dihitung dari penghasilan neto menurut RKAP setelah dikurangi
dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasikan tersebut.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. PPh adalah pajak yang dikenakan
kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam suatu Tahun Pajak.
Pajak penghasilan pasal 25 mengatur tentang besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan.
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan
penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal
tertentu, sebagai berikut : Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian,
Wajib Pajak memperoleh penghasilan
tidak teratur, Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu
disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib Pajak diberikan
perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan, Wajib Pajak membetulkan
sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari
angsuran bulanan sebelum pembetulan, Terjadi perubahan keadaan usaha atau
kegiatan Wajib Pajak.
Izin.buat bahan kuliah
BalasHapus